SSV – Sebuah Bentuk Devosi

perempuan doaRekan-rekan Vinsensian… Ada yang menarik ketika mengikuti Pertemuan Nasional Komisi Liturgi (18-22 Juli) lalu. Dari hasil survey, salah satu bentuk devosi kepada orang kudus adalah SSV – devosi kepada St, Vinsensius.

Selama ini banyak orang berpandangan bahwa kegiatan devosional hanya berupa doa dan bukan aksi nyata. Lewat rangkuman Pernas ini, saya mau membagikan sedikit. Semoga karya kita sungguh merupakan pembaktian diri kepada Allah melalui orang-orang kecil.Menemukan Kembali Spiritualitas DevosiRapat Pleno Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia yang diselenggarakan pada 18-22 Juli 2011 di Graha Wacana, SVD Family Centre, Jalan Raya Ledug 5 A, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Pertemuan yang dihadiri oleh para Utusan Keuskupan se-Indonesia, para Dosen Liturgi, dan anggota Dewan Pleno Komisi Liturgi KWI ini memilih tema: ”Menemukan Kembali Spiritualitas Devosi.”

Continue reading

Semuanya semata-mata demi kemuliaan Allah

yesus“Papua adalah tanah terberkati”, itulah slogan yang digulirkan Zending
dan hingga kini diamini masyarakat Papua. Itu pula ungkapan para pewarta Injil pertama di Papua. Injil masuk Papua (lebih tepatnya Gereja Protestan pertama masuk di Papua) pada 5 Februari 1855 bersamaan dengan kedatangan dua orang pendeta: Carl W. Ottow (1826-1862) dan J. G. Geissler (1830-1870) di pulau masinam dekat Manokwari. Dalam usaha mewartakan Injil di Papua,
problem yang mereka hadapi adalah:
– Masalah komunikasi; sulit untuk mengungkapkan maksud kedatangannya. Sementara masyarakat tak ada yang berani mendekat. Cara untuk menarik hati mereka adalah dengan barter. Menukarkan barang-barang yang mereka bawa (piring, gelas, cangkir, dll.) yang menurut penduduk Papua saat itu adalah barang asing. Cara ini cukup efektif untuk memulai kontak dan menjalin komunikasi dengan masyarakat.
– Masalah kuatnya adat istiadat yang bagi dua pendeta itu bertentangan dengan nilai-nilai Injil.
– Masalah berbagai penyakit yang timbul yakni cacar dan malaria yang mengancam hidup penduduk dan mereka berdua. Mereka memberikan obat pada masyarakat.

Continue reading

URAIAN SINGKAT SEMANGAT SERIKAT SOSIAL VINSENSIUS (SSV)

252482_135234863220655_3999971_nBerdasarkan Buku Pedoman Serikat Sosial Vinsensius Indonesia 2004

Semangat SSV
Ozanam dan kawan-kawannya bersatu dalam persaudaraan untuk melayani kaum miskin dengan tujuan membuktikan kebenaran iman kristen dengan perbuatan yang lebih dari kata-kata.

Skema Becak:
Ban Belakang : Iman kepada Allah.
Ban Kiri : Persaudaraan dengan sesama anggota dan kaum miskin.
Ban Kanan : Karya Kasih kepada kaum miskin.
Hidup dalam hubungan pribadi dengan mereka yang menderita, hidup bersama dalam semangat yang demikian itu (persaudaraan, persahabatan), itulah intisari, ciri dan watak asli SSV (Pedoman SSV Indonesia, hal 13).

Dasar persatuan SSV: panggilan Vinsensius
Suatu panggilan: pelayanan langsung kepada kaum miskin. Ciri khasnya adalah hasrat yang besar untuk mengambil bagian secara “pribadi dan langsung” dalam “melayani kaum miskin.” Caranya: dengan secara pribadi memberikan “hati dan persahabatan.” Cara yang digunakan oleh Ozanam dkk. adalah “kunjungan ke rumah-rumah orang miskin.” Penyesuaiannya untuk kita zaman ini: tak boleh puas dengan pemberian sedekah, kita perlu mengadakan percakapan pribadi dengan yang menderita. Karena dengan mengadakan percakapan pribadi dengan klien kita akan dapat mengangkat harkat dan martabat mereka serta menemukan Injil Tuhan dalam hidup mereka.

Ciri-ciri Pokok SSV

Himpunan persaudaraan. Semua adalah saudara. Bukan orang lain. SSV suatu keluarga sejati secara manusiawi dan rohani dan terbuka bagi orang yang bercita-cita sama. Continue reading

Tantangan Kesetiaan Hidup Berkomunitas

Dalam Suratnya pada tanggal 27 September 1984 kepada para Anggota Kongregasi Misi, Richard McCullen mengungkapkan bahwa “Tingkat kesetiaan kita terhadap peraturan dan semangat Konstitusi ini pasti akan sangat menentukan besarnya sumbangan kita kepada kehidupan Gereja setempat (lokal) tempat Kongregasi kita melibatkan diri”. Surat ini merupakan sambutan atas pengesahan Konstitusi Kongregasi oleh Kongregasi Suci untuk Religius dan Lembaga Sekular 29 Juni 1984.
Sambutan Richard McCullen itu merupakan undangan dan penegasan yang masih aktual hingga saat ini. Undangan dan penegasan bagi para anggota Kongregasi Misi untuk setia terhadap panggilan, tujuan, dan cara hidup sebagaimana digariskan oleh Konstitusi. Dengan demikian dapat memberikan sumbangan yang berdaya guna bagi Gereja setempat. Continue reading

Cinta Kasih: Poros Relasi Laki-laki dan Perempuan

Refleksi atas Pengalaman Asali Manusia

I. Pengantar
Para feminist memperjuangkan persamaan hak dan peran perempuan dengan laki-laki. Dengan menyimak perjuangan mereka, kita tergugah untuk mengerti peran dan hakekat manusia sebagai perempuan dan laki-laki. Dalam rentang waktu yang panjang, sejarah memang memihak laki-laki. Di banyak budaya, tendensi androsentris menempatkan laki-laki di depan sedangkan perempuan di belakang, laki-laki berada di ruang publik, sedangkan perempuan di ruang privat yang tertutup.1 Kecenderungan ini telah membudaya sehingga membentuk sebuah ideologi yang mendominasi perempuan.
Dari awal mula, Allah menciptakan manusia menurut citraNya. Ia menciptakan laki-laki dan perempuan dengan martabat yang sama dan sederajat. Adanya perbedaan tidaklah dimaksudkan untuk menempatkan yang satu lebih tinggi dari yang lain. Kita tidak menemukan adanya tendensi awali bahwa laki-laki lebih tinggi martabatnya dari pada perempuan. Namun dalam pengalaman nyata, penomorduaan, perlakuan tak adil dan perampasan hak perempuan oleh laki-laki menjadi realitas keseharian yang seolah-olah lazim di tengah masyarakat. Balutan budaya lokal kiranya menjadi salah satu penyebab adanya keadaan itu.
Manakala kita dalam kaca mata kita sekarang menilik sejumlah kisah relasi antara laki-laki dan perempuan dalam Kitab Suci, yang tentu dibalut oleh konteks budaya setempat, kita seolah-olah menemukan pembenaran atas pembedaan martabat antara laki-laki dan perempuan. Kalau demikian, apakah memang ada tendensi bahwa apa yang terjadi saat ini adalah penerusan dari apa yang terjadi sejak awal mula. Bagaimana kita memahami itu semua? Apakah yang menjadi poros harmonisasi relasi perempuan dan laki-laki?
Untuk itu, penulis ingin meneliti hal-hal itu dengan melihat pengalaman asali manusia dan akibat-akibatnya. Sumbernya adalah audiensi Paus Yohanes Paulus II sejak tahun 1979-1984. Dalam audiensi itu, Paus Yohanes Paulus II banyak mengulas relasi antara laki-laki dan perempuan. Hasil audiensi ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah dokumen berjudul: The Theology of The Body. Untuk sistematikanya kami mereferensi “ringkasan” audiensi Paus yang tulis oleh Antony Percy. Dalam beberapa poin penting dari ringkasan itu, Percy mengungkapkan empat pengalaman asali dan empat kualitas kehadiran manusia. Continue reading